Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan keprihatinannya terkait kualitas layanan internet di Indonesia. Menurutnya, Indonesia masih terpaku di peringkat ke-9 dari 10 negara ASEAN dalam hal kecepatan internet, dan bahkan menempati peringkat ke-98 secara global.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kualitas internet di Indonesia belum dapat bersaing dengan negara-negara di kawasan ASEAN adalah kesulitan operator telekomunikasi dalam melaksanakan pengembangan jaringan serat optik. Bahkan, saat ini mereka menghadapi tantangan tambahan berupa biaya sewa penggelaran jaringan yang dikenakan oleh beberapa Pemerintah Daerah (Pemda). Sebagai contoh, Pemda Surabaya menerapkan biaya sewa untuk lahan yang digunakan dalam penggelaran jaringan serat optik di pinggir jalan.
Hery Susanto, seorang anggota Ombudsman RI, mengungkapkan kekhawatirannya tentang potensi terjadinya mal administrasi dalam kebijakan utilitas telekomunikasi di Kota Surabaya. Langkah yang diambil Pemda Surabaya untuk menarik biaya sewa atas penggelaran infrastruktur jaringan telekomunikasi di pinggir jalan bisa berisiko memicu mal administrasi.
Ahmad Redi, Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute, menilai bahwa langkah Pemda Surabaya yang menerapkan biaya sewa terhadap penggelaran infrastruktur jaringan telekomunikasi di pinggir jalan, selain berpotensi menimbulkan mal administrasi, juga dapat menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.
Redi menjelaskan bahwa berdasarkan UU 2 Tahun 2022 tentang Jalan, setiap jalan harus memiliki bagian-bagian yang digunakan untuk mobilitas, konstruksi jalan, peningkatan kapasitas jalan, dan keselamatan pengguna jalan. Bagian jalan tersebut dimanfaatkan untuk jalur jaringan utilitas terpadu. Oleh karena itu, tindakan Pemda Surabaya yang menerapkan biaya sewa di pinggir jalan bertentangan dengan hukum. Dampaknya, hal ini dapat menciptakan ketidakpastian hukum dan mengganggu kegiatan usaha serta pelayanan masyarakat.
Masalah ini mencerminkan kompleksitas tantangan yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kualitas layanan internet di Indonesia, serta perlunya peninjauan kebijakan dan kerja sama antara pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan infrastruktur telekomunikasi dan memperbaiki kualitas layanan internet di Indonesia.
Bagian Milik Publik
Ahmad Redi, Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute, menggarisbawahi pentingnya UU 25 tahun 2009 pasal 5 tentang Pelayanan Publik, yang menetapkan bahwa kabel telekomunikasi, air, listrik termasuk dalam kategori barang milik publik. Prinsip ini bertujuan untuk memastikan harga barang dan jasa yang diperlukan masyarakat dapat lebih terjangkau.
Dalam konteks jaringan telekomunikasi yang merupakan bagian dari barang milik publik, Redi menekankan bahwa pemerintah di tingkat pusat dan daerah seharusnya memberikan perlakuan khusus yang mendukung perkembangan sektor telekomunikasi. Prinsip ini sebenarnya sudah diatur dalam berbagai regulasi, seperti PP 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, PP 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi Penyiaran, PM Kominfo 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, serta kebijakan untuk mempercepat transformasi digital.
Redi juga menjelaskan bahwa penerapan biaya sewa lahan di pinggir jalan oleh pemerintah daerah (Pemda), seperti yang dilakukan Pemda Surabaya, tidak didasari oleh dasar hukum atau kewenangan yang jelas dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Akibatnya, tarif sewa yang dikenakan oleh Pemda Surabaya dianggap tidak memiliki dasar hukum yang sah. Menurut Redi, Pemda seharusnya mencabut kebijakan pengenaan biaya sewa tersebut karena melanggar prinsip dasar bahwa segala peraturan yang dibuat oleh Pemda harus didasari oleh dasar hukum yang jelas.
Redi menekankan bahwa UU Administrasi Pemerintahan melarang adanya kewenangan yang diberikan oleh Pemda tanpa dasar hukum yang jelas. Dalam konteks pengenaan biaya sewa lahan di pinggir jalan oleh Pemda, hal ini dapat dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan oleh kepala daerah dan menciptakan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Dengan demikian, pentingnya memahami dasar hukum yang mengatur perkembangan sektor telekomunikasi dan memastikan bahwa regulasi yang diterapkan oleh pemerintah daerah tidak melanggar prinsip-prinsip dasar hukum yang berlaku. Hal ini penting untuk mendukung perkembangan sektor telekomunikasi yang akan berdampak positif pada masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional.