Menurut data terbaru, masyarakat Indonesia tampaknya menghabiskan sekitar 4 jam sehari dalam penggunaan media sosial. Dari waktu tersebut, mayoritas digunakan untuk mengakses platform YouTube. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sekitar 3 jam 55 menit per hari untuk bersosialisasi melalui media sosial. Dari waktu yang cukup signifikan itu, hampir 3 jam di antaranya digunakan untuk menonton konten di YouTube.
Tingginya konsumsi media sosial di Indonesia menggambarkan betapa populernya platform-platform tersebut di kalangan masyarakat. YouTube, sebagai salah satu platform berbagi video terbesar, menjadi favorit di antara masyarakat Indonesia, yang secara signifikan menghabiskan waktu mereka untuk mengeksplorasi konten yang tersedia di sana.
Peningkatan konsumsi media sosial ini memunculkan tantangan baru dalam upaya meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. Pemerintah dan pihak terkait perlu terus mengkampanyekan literasi digital yang baik agar masyarakat dapat menggunakan media sosial secara bijak dan mendapatkan manfaat positif darinya.
Lebih Memperhatikan Penggunaan Pada Anak-anak
Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan bahwa tidak ada larangan untuk beraktivitas di media sosial, tetapi dia menekankan pentingnya memberikan perhatian khusus terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak. Saat berbicara di sebuah acara, Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa sementara tidak ada larangan mutlak terhadap penggunaan media sosial, penting untuk memantau dan membimbing anak-anak dalam penggunaan platform tersebut.
“Untuk diri sendiri, saya tidak melarang penggunaan media sosial, seperti mendengarkan lagu, tetapi dalam konteks anak-anak kita harus memberikan perhatian khusus,” kata Budi Arie Setiadi.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Budi juga membagikan data terkait penggunaan internet pada tahun 2022. Secara global, jumlah pengguna internet telah mencapai 5,16 miliar orang. Di Indonesia, penetrasi internet mencapai 78% dari total penduduk. Hal ini membawa konsekuensi positif dan risiko yang perlu diperhatikan.
Dampak positifnya adalah adanya peluang yang lebih besar untuk menggunakan internet dalam berbagai aspek kehidupan. Di sisi lain, ada pula risiko terkait penggunaan internet, terutama terkait dengan cepatnya penyebaran informasi di dunia maya. Informasi yang tersebar tidak selalu positif, dan bisa mencakup konten negatif seperti pornografi, perjudian, radikalisme, terorisme, isu-isu SARA, penipuan, dan penyebaran hoaks.
Menteri Budi menyoroti pentingnya literasi digital untuk melindungi anak-anak dan masyarakat dari dampak negatif penggunaan internet. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mendirikan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) pada tahun 2017. GNLD bekerja sama dengan ratusan mitra dan bertujuan untuk membantu masyarakat, terutama orang tua, dalam memahami dan menghadapi tantangan literasi digital dalam dunia yang semakin terkoneksi.
“GNLD juga membantu orang tua untuk memahami konsep ‘digital parenting’ yang semakin penting dalam mendidik anak-anak yang akrab dengan teknologi digital,” kata Budi Arie Setiadi.
Dalam era di mana internet menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, pendidikan literasi digital menjadi kunci untuk memastikan penggunaan internet yang aman, bijak, dan bermanfaat. Melindungi anak-anak dari konten negatif dan membantu mereka mengembangkan pemahaman yang kuat tentang penggunaan internet adalah tanggung jawab bersama yang harus dikerjakan oleh pemerintah, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.