Ghacor Pusatslot Kayatogel Rajaslotter Permai99 QQOnline303 Kakekpro

Operator Seluler Membutuhkan Insentif Untuk Dongkrak Kecepatan Internet Indonesia

Operator Seluler Membutuhkan Insentif Untuk Dongkrak Kecepatan Internet Indonesia

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, memiliki tekad untuk menggiring kecepatan internet di Indonesia ke posisi 10 besar di tingkat dunia dengan mengadopsi teknologi jaringan 5G. Namun, data dari The Speedtest Global Index oleh Ookla mengungkapkan bahwa kecepatan internet di Indonesia saat ini hanya mencapai 27,1 Mbps. Menurut Menkominfo, tingkat kualitas layanan ini masih jauh dari cukup untuk Indonesia bersaing dengan negara-negara di kawasan ASEAN.

Untuk mencapai tujuan kecepatan internet 5G di peringkat dunia, pemerintah diharapkan akan mengatasi kendala yang sedang dihadapi oleh operator telekomunikasi. Ini merupakan langkah penting untuk menyediakan layanan internet yang unggul dan terjangkau. Dr. Ir. Agung Harsoyo MSc., MEng., seorang dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, mengungkapkan bahwa kendala saat ini termasuk masalah ketersediaan frekuensi dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi.

Berdasarkan data dari empat operator utama di Indonesia (Telkomsel, Indosat, XL, Smartfren), tren kenaikan BHP frekuensi setiap tahunnya dari tahun 2013 hingga 2022 sebesar 12,10 persen terhadap pendapatan kotor setelah dihitung secara proporsional. “BHP frekuensi yang dibayarkan oleh industri saat ini mencapai sekitar Rp 19 triliun dari total alokasi pita frekuensi sebesar 452 MHz,” ujar Agung dalam keterangannya. Hal ini menunjukkan bahwa pemecahan kendala ini adalah langkah penting dalam mewujudkan kecepatan internet 5G yang diinginkan oleh Menkominfo.

Memacu Para Operator Seluler Untuk Adopsi Teknologi 5G

Agung mengungkapkan keprihatinannya bahwa dengan formula dan mekanisme seleksi saat ini, potensi industri seluler akan sangat terbebani, dan mereka mungkin tidak akan mampu untuk membayarnya.

Komposisi beban BHP frekuensi terhadap pendapatan seluler telah terus meningkat seiring waktu, dari 6,71 persen pada tahun 2013 menjadi 11,40 persen pada tahun 2022, dengan peningkatan rata-rata sebesar 6,07 persen. Penyebab dari kenaikan ini, menurut Agung, salah satunya adalah karena formula perhitungan BHP frekuensi selalu merujuk pada angka inflasi.

Agung juga mengkhawatirkan pandangan yang salah tentang industri telekomunikasi sebagai sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ia menilai bahwa saat ini, peningkatan PNBP dari penggunaan spektrum frekuensi radio dijadikan salah satu Key Performance Indicator (KPI) oleh Kementerian/Lembaga terkait, yang menurutnya tidak lagi relevan.

Untuk memberikan layanan internet berkecepatan tinggi dan menghadirkan juluhan teknologi 5G yang penting bagi operator seluler, Agung meminta pemerintah memberikan insentif dalam proses lelang frekuensi yang akan datang. Dengan insentif ini, harapannya adalah agar operator seluler dapat tetap berkelanjutan, bertahan, berkembang, dan memiliki kemampuan untuk mengadopsi teknologi baru.

Agung juga mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif yang sebanding dengan yang telah diberikan dalam sektor kendaraan listrik dan properti di Indonesia. Ia percaya bahwa pemerintah mampu memberikan insentif yang sama dalam sektor telekomunikasi, mengingat pentingnya sektor ini sebagai kontributor strategis terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (sekitar 2,44 persen dari GDP).