Ghacor Pusatslot Kayatogel Rajaslotter Permai99 QQOnline303 Kakekpro

Internet RI Lelet, Berada di Posisi 9 dari 10 Negara ASEAN

Internet RI Lelet Berada di Posisi 9 dari 10 Negara ASEAN

Menkominfo, Budi Arie Setiadi, telah mengungkapkan keprihatinannya terkait kualitas internet di Indonesia. Menurutnya, kecepatan internet di Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dari 10 negara di ASEAN, dan posisinya di peringkat dunia adalah ke-98. Untuk mengatasi masalah ini, Ridwan Efendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, mengusulkan tiga langkah yang dapat ditempuh.

Langkah pertama adalah menambah jumlah kerapatan Base Transceiver Station (BTS), terutama di kota-kota besar. Meskipun operator seluler telah melaksanakan upaya ini, kecepatan yang dihasilkan masih belum optimal. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan penambahan frekuensi yang tersedia bagi operator seluler.

Kedua, menambah jumlah frekuensi yang dimiliki oleh operator. Namun, penambahan frekuensi merupakan tantangan karena frekuensi adalah sumber daya terbatas. Dalam tiga tahun terakhir, lelang frekuensi yang dilakukan pemerintah terbatas. Oleh karena itu, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah menerapkan teknologi baru, yaitu 5G.

Ridwan menjelaskan bahwa untuk menghadirkan 5G, operator seluler harus memiliki kombinasi frekuensi, termasuk frekuensi rendah (<1Ghz) untuk coverage, frekuensi menengah (2-3Ghz), dan frekuensi tinggi (>26Ghz) untuk kapasitas. Referensi GSMA menyarankan minimal frekuensi sebesar 80Mhz di satu band frekuensi untuk menghadirkan layanan 5G.

Saat ini, frekuensi yang tersedia di Indonesia adalah 700Mhz dengan lebar pita 2 x 45Mhz dan 26Ghz dengan lebar pita 2000Mhz. Idealnya, lelang frekuensi 700Mhz hanya diberikan kepada satu operator untuk mendapatkan kecepatan 5G yang optimal. Dengan UU Cipta Kerja, operator seluler dapat menyewa kapasitas dari operator yang memenangkan lelang frekuensi 5G. Frekuensi 26Ghz dapat digunakan oleh beberapa operator, tetapi hanya untuk kapasitas.

Meskipun pemerintah dapat melakukan lelang frekuensi 5G kurang dari 80Mhz di pita 700Mhz, hasilnya kemungkinan tidak akan mencapai kecepatan yang optimal. Oleh karena itu, langkah-langkah ini perlu ditempuh untuk mengatasi permasalahan kualitas internet di Indonesia.

Hanya 1 Operator Yang Akan Menang Lelang

Airlangga Efendi telah menyampaikan bahwa agar masyarakat dapat menikmati kecepatan optimal 5G, idealnya pemenang lelang frekuensi 700Mhz hanya diberikan kepada satu operator yang memiliki komitmen yang kuat, CAPEX yang cukup, serta jaringan fiber yang tersedia luas. Operator yang tidak memenangkan lelang dapat menyewa kapasitas dari pemenang tender ini, memungkinkan lebih banyak operator untuk menyediakan layanan 5G.

Namun, jika pemerintah tetap melanjutkan lelang frekuensi dengan metode yang berlaku, terutama tanpa mempertimbangkan insentif pembebasan Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi, Ridwan memperkirakan bahwa tidak ada operator seluler yang sanggup membayarnya. Apalagi jika mereka ingin mengembangkan teknologi 5G. Oleh karena itu, ada potensi penurunan Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi dalam draft PM lelang frekuensi 700Mhz dan 26Ghz.

Beberapa negara telah memberikan insentif pembebasan BHP frekuensi untuk jangka waktu tertentu sebagai dukungan bagi operator yang menerapkan teknologi baru. Cina, misalnya, memberikan insentif pembebasan BHP frekuensi selama 4 tahun untuk mendorong operator mengadopsi teknologi telekomunikasi baru.

Dengan insentif pembebasan BHP frekuensi, operator seluler akan memiliki keleluasaan dalam hal CAPEX, memungkinkan mereka untuk membangun dan meningkatkan kualitas internet di Indonesia. Hal ini tidak hanya berlaku untuk frekuensi yang baru, tetapi juga untuk operator yang ingin mengembangkan teknologi baru yang mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas internet.

Meskipun ada potensi berkurangnya BHP frekuensi dalam jangka pendek, ini dapat memicu pertumbuhan perekonomian nasional dengan memungkinkan operator seluler untuk mengalokasikan dana yang semula akan digunakan untuk membayar frekuensi baru ke pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi. Dengan internet yang lebih cepat, pertumbuhan ekonomi nasional dapat dipercepat, diiringi dengan peningkatan pendapatan pajak dan penurunan angka pengangguran dan kriminalitas.

Sehingga, insentif penundaan pembayaran BHP frekuensi ini akan memiliki dampak yang lebih signifikan bagi perekonomian nasional dalam jangka panjang meskipun memerlukan pengorbanan dalam jangka pendek.